Tuhan, aku dan 2021

2021 kemarin di awali dengan perasaan yang sebenarnya terasa sangat kosong. Entah, apapun yang di raih di tahun tahun sebelumnya pernah terasa sangat membanggakan, namun tidak di tahun 2021. Aku mulai kehilangan arah, batu pijakan yang tadinya menuju ke suatu arah, kini mulai goyah. Hatiku kebingungan dibuatnya

Apa yang sebenarnya aku butuhkan? Rasanya seperti tahun kemarin aku membangun sebuah rumah, namun setelah rumah itu berdiri rasanya tidak sesuai ekspektasi. Walaupun didalamnya terdapat banyak hal yang di waktu sebelumnya aku idam idamkan.

Aku terus meraba, namun ternyata aku hanya manusia lemah. Dimana logikaku tidak menembus apapun selain apa yang ada di depan mata, ada kekosongan didalam hati yang aku pribadi tidak tau harus dengan apa aku penuhi. Perasaan kosong ini menjalar menuju kepikiranku, hari hari terus berjalan sambil berfikir. Mungkin rasanya seperti tidak bersyukur atas apa yang sudah dimiliki, tapi percayalah rasa kosong ini begitu berdampak terhadap segalanya, caraku melihat sekitar, caraku melihat diriku sendiri.

Yang terlintas dipikiran ku adalah mencari jawaban atas kegelisahan. Tidurku sudah mulai tidak normal, hanya 2-4 jam dalam satu hari, makanku pun sama kadang tidak makan sama sekali atau bahkan berlebihan, upayaku hanya tentang menyenangkan diri sendiri mengikuti nafsu yang siapa tau bisa menambal kekosongan tadi.

Aku tidak tau ini disebut kelebihan atau apa, namun almarhum kakek selalu datang di dalam mimpi, walaupun aku belum pernah bertemu dengannya. Namun aku yakin ia almarhum kakekku, mimpinya selalu sama, aku dan beliau terlibat dalam satu percakapan yang berujung dengan harapannya agar aku selalu memperbaiki diri. Dan malam itu aku memimpikan lagi beliau, namun yang biasa aku hanya menganggap selewat, tapi malam itu aku benar benar merenungkan “kunjungan” nya itu. Apa almarhum ingin memberikan jawaban?

Aku tidak tau sama sekali bagaimana caranya, namun pikiranku meraih satu titik dimana aku mulai memikirkan apa tujuan aku hidup, bahkan aku mulai berfikir siapa aku. Demi Allah aku berfikir seperti itu. Apa perasaan ku kosong karna pertanyaan-pertanyaan ini belum tergenapi?

Aku yakin bahwa aku yang sebenarnya bukanlah aku yang kemarin-kemarin, tugasku bukan tugas yang kemarin-kemarin, keinginanku bukan keinginan yang kemarin-kemarin. Timbul rasa panas didalam dada tiap kali aku memikirkan hal itu, rasanya ingin menangis sejadi-jadinya.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 57)

Aku termenung saat itu juga, pikiranku mulai menembus langit dengan liar, hati ku sakit hingga keulu hati. Sampai aku menangis sejadi-jadinya. Setelah sekian lama akhirnya perasaan kosong tadi mulai terisi, dengan kekhawatiran. Bagaimana bisa sebodoh ini, aku mencari jawaban kesana kemari namun ternyata jawabannya adalah di sekelilingku, ada di dalam batinku. Bahwa aku adalah seorang hamba dari Tuanku.

Apa aku terlambat yah? Apa aku punya tempat di pandanganNya?

Umurku 26 di tahun 2021, tapi tidak seimbang dengan pola pikirku yang mungkin lebih dangkal dibanding anak kecil. Aku mulai merayu Allah swt untuk melihat ke arahku, untuk tau bahwa aku hambaNya yang membutuhkanNya. Rasanya seperti aku akan ditinggalkan oleh perahu besar yang didalamnya ada keluarga keluargaku dan ada diriNya.

Detik itu aku sadar, perasaan kosong itu adalah teguran lembut dari Allah swt bahwa apapun yang dimiliki ternyata tiada arti bila Ia tidak meridhai. Hal-hal materialistik ini tidak ada harganya lagi dimataku, bila Allah ingin menarik semuanya maka tariklah, bila Allah ingin melihat aku hidup susah maka ridha lah aku, bila Allah ingin melihat aku tertatih maka tertatihlah aku. Tapi satu pintaku, jangan lepaskan padanganNya dari diriku.

Aku yakin pikiranku di bukakan lebar olehNya, hatiku pun mulai ditenangkan olehNya. Sedikit-sedikit aku merobohkan rumah sebelumnya yang ku bangun dengan tembok nafsu, ku ganti dengan kayu kayu keimanan. Setiap pembangunannya aku harapkan ada ridha Allah swt, ku harap Ia berkenan untuk bertamu kedalamnya, walaupun sederhana, walaupun caraku mencintaiNya sangatlah sederhana.

Aku begitu mencintaiNya, hingga rasanya aku akan sangat ikhlas bila harus hidup sendiri bersamaNya di suatu tempat. Meninggalkan semua kehidupan disini, meninggalkan apa-apa yang sudah ku bangun. Ternyata mengkhidmati dirinya pun berkelok-kelok, karena tidak jarang keimananku fluktiatif. Ini hal yang paling aku takutkan, dimana pengkhidmatannya ku kepadanya mulai pamrih. Mulai ingin di pandang, mulai ingin di apresiasi manusia.

Lagi, aku lemah. Aku memohon pertolongan Allah untuk memberi jalan agar aku tidak terpaut dengan hal-hal duniawi. Allah menitipkan ide untuk aku melepaskan pekerjaan sebelumnya dan fokus bekerja untuk mengkhidmati jemaatNya. Aku terus berusaha menghubungi orang-orang terdekatku untuk membantu merealisasikan harapanku, berdiskusi dengan kedua orang tua. Memberi penjelasan kepada mereka bahwa orientasi ku sudah bukan sebatas allowance bulanan.

Nihil, aku tidak kunjung mendapatkan jalan keluar, hatiku mulai hancur kembali. Apa Allah tidak ingin aku mengkhidmatiNya? Apa aku tidak bisa menyerahkan apa yang ku punya untukNya? Sudah mendekati akhir tahun, mungkin hati dan pikiranku sudah mengikuti barisanNya. Namun fisikku tetap terikat pada pekerjaan duniawi. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pekerjaanku, namun rasanya aku banyak memberikan waktu sisa untuk Jemaat ini. Tentu inginku memprioritaskan Allah swt dan juga Jemaat. Maka upayaku waktu itu seputar mewujudkan harapanku.

Entah dari mana datangnya, Allah mendatangkan seseorang yang aku tidak kira keberadaannya akan beredar disekitarku. Seseorang yang dengannya aku diberi jalan untuk mengkhidmati Allah dengan totalitas, yang dengannya harapanku akan terpenuhi sempurna. Keinginanku untuk memberikan jiwa, raga, waktu, harta kepada Allah tempo hari tidak main main, dan ketika Allah memberikan jalan kepadaku untuk menemani seseorang ini mengkhidmati jemaat, tanpa pikir panjang, tanpa banyak menembus perkiraan dan kekhawatiran, aku terima karunia Allah ini. Walau aku akan akan merangkak menjalaninya, aku akan babak belur di perjalanannya, namun ini sangat amat lebih baik bagiku.

Kini hatiku sudah bahagia bukan main, setiap hari rasanya terus ku isi dengan banyak bersyukur. Seluruh hal hal duniawi sedikit demi sedikit mulai ku lepaskan. Pekerjaanku, teman-temanku sebelumnya, kebiasaanku, semuanya ku lepaskan dari genggaman. Sekarang rumah ku yang ku bangun dengan kayu kayu keimanan akan ku perlebar kembali dengan rasa cinta kepadaNya dan rasa cinta kepada Jemaat. Dan rasa cintaku kepada apapun hari ini semata untuk menarik keridhaanNya. Alhamdulillah

2 thoughts on “Tuhan, aku dan 2021

Leave a comment