OUR SHORT CONVERSATION

The Love of My Life

Suamiku bukan tipe pasangan yang selalu mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata, ia mengungkapkannya lewat sikapnya. Bagaimana ia selalu mengupas buah jika aku merasa lapar ditengah malam, bagaimana ia mengusap-usap punggungku kala mulai terasa pegal, bagaimana ia selalu menungguku untuk makan bersama. Dia sangat tulus membersamaiku dari awal kami bersatu

Hari tadi, aku dan dia memiliki percakapan yang aku sendiri dibuat kaget dan terharu. Karna baru detik itu aku tau perasaannya pada istri yang baru ia kenal beberapa waktu saja sebelum ijab kabul.

“gimana kalo aa harus move out ke luar negeri dan gak bisa bawa sayang?”

“it’s okey, itu penghargaan untuk sayang. Asal pas pulang ingat sudah punya istri dan anak hahaha”

“tapi aa yang berat perginya. Aa seneng ada yang nemenin, aa seneng ada yang bantuin, seneng juga ada kawan ngobrol”

Aku yang tidak pernah mendengar dan melihat reaksi itu spontan merubah topik pembicaraan. On that day I promise to be with him, no matter what happen.

Awal Pengkhidmat

Di awal pengkhidmatan ku masih samar-samar tujuan kemana arah kaki dan pikiran ini akan di bawa. Walaupun banyak yang berkata aku hanya sebagai istri alias pendamping yang notabenenya tidak harus banyak berfikir apa dan bagaimana kedepannya. Namun aku menolak menjadi sosok yang keberadaannya hanya mengisi tugas rumah tangga, aku tau kemampuan ku lebih dari itu, tekadku pun tidak kalah dengan para mubaligh. Aku tak mau optimisme ku dihambat karna pengkerdilan fungsi istri mubaligh secara kuno.

Aku siap dan bertekad, namun pikiranku kala itu terlalu terobsesi. Banyak pikiran yang melebihi kuasa Allah, banyak berspekulasi sendiri, banyak ketakutan yang ku besar besarkan sendiri. Hari ini bagaimana yah? Esok harus apa yah? Bagaimana bila keberadaanku tidak menghasilkan apapun.

Disatu hari di daerah Melak, Kalimatan Timur. Jelas sekali aku melihat arah jam menunjukan pukul 20.43. Bu Uun dan putra putrinya sudah terlelap tidur, sedangkan mubaligh dan suamiku sedang melakukan mapping ke wilayah lain. Hanya ada aku dan pikiranku, serta buku yang kupegang sambil mencoba membaca sedikit demi sedikit. Buku karya Masih Mau’ud as yang berjudul Inti Ajaran Islam Bagian Pertama menjadi pilihanku, aku belum pernah membacanya tapi aku yakin ada satu hal yang akan kutemukan, entah itu jawab atau justru pertanyaan-pertanyaan lain

Benar saja, aku menemukan jawaban kegusaranku selama ini. Mengenai bagaimana langkahku yang seharusnya, kekhawatiran ku mereda. Kata demi kata ku baca semakin menggemuruh hatiku namun ditutup dengan kelegaan hati. Ini yang beliau as sampaikan,

“Renungan atas ayat-ayat tersebut (QS. Al-Baqarah:113) menunjukan secara jelas bahwa mengabdikan hidup seseorang kepada pengkhidmatan Allah swt, yang merupakan inti dari agama Islam, mengandung dua aspek

Pertama, bahwa Allah Yang Maha Kuasa harus menjadi tumpuan kepercayaan dan sasaran yang haqiqi serta yang terkasih, dan bahwa tidak ada satu pun yang disekutukan dalam penyembahan Wujud-Nya, kecintaan kepada-Nya serta harapan kepada-Nya. Semua firman, batasan, larangan serta ketentuan-Nya harus diterima dengan kerendahan hati. Semua kebenaran dan pemahaman yang menjadi sasaran untuk menghargai kekuasaan-Nya yang Maha Besar serta untuk meneliti keagungan luas kerajaan dan kekuasaan-Nya yang menjadi petunjuk untuk mengenali karunia dan rahmat-Nya, juga harus ditegakkan.

Aspek yang kedua dari pengabdian diri kepada Allah Yang Maha Kuasa adalah dengan mengabdikan dirinya kepada pengkhidmatan kepada makhluk ciptaan-Nya, mengasihi mereka, berbagi beban dan kesedihan mereka. Selayaknya ia bersusah payah untuk memberikan kesenangan kepada mereka dan mengalami kesedihan untuk bisa memberikan penghiburan.”

Ini sangat amat cukup menjadi jawaban bagi segala pertanyaan diriku, menjadi penyemangat bagi aku yang menjadi toxic untuk pikiranku sendiri. Aku harus dengan kesadaran penuh meyakini bahwa Allah memiliki sistemnya sendiri dalam mengatur segala sesuatu apalagi tentang mengatur pemikiran, pandangan serta perasaan orang lain terhadap suatu akidah. Tugasku hanya menunaikan, masalah hasil berpasrah sajalah.

Tujuanku menyenangkan Tuanku melalui apapun itu, obsesiku membawaku menjadi orang yang lupa bahwa ketentuan ada di tangan Allah.

Dia

Tulisan ini tidak akan pernah aku bagikan dimanapun, kecuali di laman ini. Mengingat aku sangat menghormati beliau, walaupun sudah memiliki komitmen. Rasanya belum berani saja mempublikasikannya lebih, beliau sebenarnya fine fine saja. “engga malu sama sekali kalo di post begitu”,masih belum bisa jadi lampu hijau buatku. Hehe

Setelah 2021 rasanya seperti rollercoaster, akhirnya di penghujung tahun Allah mendatangkan pria yang sama sekali tidak aku duga akan datang dengan cara seperti ini. Ku pikir 2021 hanya akan bercerita tentang aku yang kian hari kian struggling dengan semua perbaikan. Namun ternyata ada pintu yang terbuka, yang bahkan aku sendiri pun tidak menyadari adanya pintu tersebut.

Di tahun 2015, seperti layaknya wanita pada umumnya tentu aku pun sempat menyukai lawan jenis. Circle pertemananku meluas hingga mengenal beberapa teman di Jamiah Indonesia kala itu, perkenalan aku dan kawan-kawan seperti biasa, tidak terlalu akrab karna masih memperhatikan batas pardah pun menghargai mereka sebagai mahasiswa Jamiah. Tapi perhatianku tertuju pada satu mahasiswa yang hanya aku tau namanya saja, orang-orang bilang ia pandai dalam segi pendidikan dan pergaulan sehingga banyak sekali orang-orang di sekelilingnya.

Karna merasa tidak percaya diri, aku memilih untuk menjaga jarak aman saja dan menyadari diri bahwa dibanding dengan beliau, jauh sekali statusku. Bahkan mengikutinya di media sosial pun agak segan, jadi kadang aku menanyakan beliau melalui teman-temannya dan pertanyaan pun di balut sedemikian rupa agar tidak memperlihatkan bahwa aku memiliki ketertarikan pada pria ini.

2016 aku mendengar kabar bahwa beliau akan melanjutkan pendidikannya ke Ghana, Afrika. Tentu senang, dan beruntungnya satu teman ku pun ikut melanjutkan bersama beliau. Jadi aku lumayan memiliki akses untuk sekedar mengetahui keadaannya selama disana. Tapi disatu sisi perasaan insecure kembali lagi, dengan kepergiannya untuk melanjutkan study tentunya semakin memberi batas tegas untuk ku agar menjaga jarak dan sikap kepada beliau. Aku mulai menyibukan diri dan mencari hal-hal lain.

2020 temanku mengabari bahwa dia telah lulus dari pendidikannya di Ghana, yang memberi arti bahwa pria yang kusukai ini pun telah menyelesaikan pendidikannya. Tentu hatiku ikut suka cita mendengarnya, beberapa bulan aku sering melihatnya mondar mandir di channel youtube Jemaat, tapi ternyata perasaan insecure ku pun tetap ada, namun lain kali ini karena aku mulai memberanikan diri untuk mengikutinya di media sosial. Mengingat pasti banyak yang mulai mengikutinya selepas selesai dengan studynya, maka aku berpikir beliau tidak akan sadar soal keberadaanku.

Ternyata memang orangnya sangatlah ramah, baru sebentar aku mengikutinya di media sosial, ia pun langsung mengikuti ku juga. Tapi ini tidak membuatku berekspektasi lebih kala itu, “aku hanya kagum” hanya kata kata itu yang selalu aku ingat dipikiranku.

2021 datang dan aku makin sering melihat beliau di beranda media sosialku, namun kali ini aku tidak terlalu banyak memperhatikannya karna upaya perbaikanku sedang terjal-terjalnya. Aku cukup mendoakan kebaikan untuknya saat itu, dan itu sudah terasa sangat cukup.

Dan di akhir bulan November 2021, saat itu aku sedang sibuk dengan pekerjaan kantor di balkon building officeku. Tiba-tiba telfon masuk dari abangku mubaligh yang sedang tugas di Jakarta Timur, ia menanyakan apakah aku ada hubungan dengan pria atau sedang single. Awalnya aku sudah mengira pasti ini perihal ristanata, sudah bertahun-tahun aku single dan rasanya mulai enggan untuk memulai hubungan kembali, namun rasanya kali ini beda. Aku menjawab bahwa aku single, tanpa basa basi abangku kemudian mengatakan bahwa ada pria yang ingin mengenalku lebih jauh, kemudia ku tanyakan siapakah namanya. Maa Syaa Allah ketika kudengar namanya adalah pria yang dari 2016 lalu itu kusukai, orang yang selalu ku segani, orang yang keberadaannya selalu ku syukuri. Kakiku lemas sekali, dan terduduk di balkon office. Orang-orang disekitarku kaget dan menanyakan keadaanku, aku hanya menjawab dengan gestur tangan “ok”.

Kemudian abangku menanyakan apakah aku berkenan untuk melanjutkan perkenalan, tentu aku jawab dengan doa. “iyah a aku mau”

Singkat cerita akhirnya kami memulai komunikasi secara langsung via chat, hari hari berganti kemudian hanya dalam hitungan minggu beliau langsung menanyakan apakah aku bersedia untuk melanjutkan hubungan kejenjang yang lebih serius, aku yang sangat membutuhkan kawan untuk perjalanan panjangku mencari keridhaan Allah tentunya melihat hal ini seperti bantuan langsung dariNya. Ajakannya seperti membawaku ke 2016 dimana aku sangat bangga kepadanya, kini ia ada disampingku, siap menemaniku dan mengajariku banyak hal.

Walaupun banyak yang mengatakan jodoh itu sekufu, namun aku pribadi hingga detik ini masih melihat makna kufu diantara kami sangatlah abu-abu. Karna jika di bandingkan beliau, tentunya aku sangat amat jauh dan kecil. Mungkin ini cara Allah menyelamatkan aku, ia datangkan seseorang yang ku cintai. Yang dengannya jalan pengkhidmatan terasa semakin membahagiakan.

Tuhan, aku dan 2021

2021 kemarin di awali dengan perasaan yang sebenarnya terasa sangat kosong. Entah, apapun yang di raih di tahun tahun sebelumnya pernah terasa sangat membanggakan, namun tidak di tahun 2021. Aku mulai kehilangan arah, batu pijakan yang tadinya menuju ke suatu arah, kini mulai goyah. Hatiku kebingungan dibuatnya

Apa yang sebenarnya aku butuhkan? Rasanya seperti tahun kemarin aku membangun sebuah rumah, namun setelah rumah itu berdiri rasanya tidak sesuai ekspektasi. Walaupun didalamnya terdapat banyak hal yang di waktu sebelumnya aku idam idamkan.

Aku terus meraba, namun ternyata aku hanya manusia lemah. Dimana logikaku tidak menembus apapun selain apa yang ada di depan mata, ada kekosongan didalam hati yang aku pribadi tidak tau harus dengan apa aku penuhi. Perasaan kosong ini menjalar menuju kepikiranku, hari hari terus berjalan sambil berfikir. Mungkin rasanya seperti tidak bersyukur atas apa yang sudah dimiliki, tapi percayalah rasa kosong ini begitu berdampak terhadap segalanya, caraku melihat sekitar, caraku melihat diriku sendiri.

Yang terlintas dipikiran ku adalah mencari jawaban atas kegelisahan. Tidurku sudah mulai tidak normal, hanya 2-4 jam dalam satu hari, makanku pun sama kadang tidak makan sama sekali atau bahkan berlebihan, upayaku hanya tentang menyenangkan diri sendiri mengikuti nafsu yang siapa tau bisa menambal kekosongan tadi.

Aku tidak tau ini disebut kelebihan atau apa, namun almarhum kakek selalu datang di dalam mimpi, walaupun aku belum pernah bertemu dengannya. Namun aku yakin ia almarhum kakekku, mimpinya selalu sama, aku dan beliau terlibat dalam satu percakapan yang berujung dengan harapannya agar aku selalu memperbaiki diri. Dan malam itu aku memimpikan lagi beliau, namun yang biasa aku hanya menganggap selewat, tapi malam itu aku benar benar merenungkan “kunjungan” nya itu. Apa almarhum ingin memberikan jawaban?

Aku tidak tau sama sekali bagaimana caranya, namun pikiranku meraih satu titik dimana aku mulai memikirkan apa tujuan aku hidup, bahkan aku mulai berfikir siapa aku. Demi Allah aku berfikir seperti itu. Apa perasaan ku kosong karna pertanyaan-pertanyaan ini belum tergenapi?

Aku yakin bahwa aku yang sebenarnya bukanlah aku yang kemarin-kemarin, tugasku bukan tugas yang kemarin-kemarin, keinginanku bukan keinginan yang kemarin-kemarin. Timbul rasa panas didalam dada tiap kali aku memikirkan hal itu, rasanya ingin menangis sejadi-jadinya.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 57)

Aku termenung saat itu juga, pikiranku mulai menembus langit dengan liar, hati ku sakit hingga keulu hati. Sampai aku menangis sejadi-jadinya. Setelah sekian lama akhirnya perasaan kosong tadi mulai terisi, dengan kekhawatiran. Bagaimana bisa sebodoh ini, aku mencari jawaban kesana kemari namun ternyata jawabannya adalah di sekelilingku, ada di dalam batinku. Bahwa aku adalah seorang hamba dari Tuanku.

Apa aku terlambat yah? Apa aku punya tempat di pandanganNya?

Umurku 26 di tahun 2021, tapi tidak seimbang dengan pola pikirku yang mungkin lebih dangkal dibanding anak kecil. Aku mulai merayu Allah swt untuk melihat ke arahku, untuk tau bahwa aku hambaNya yang membutuhkanNya. Rasanya seperti aku akan ditinggalkan oleh perahu besar yang didalamnya ada keluarga keluargaku dan ada diriNya.

Detik itu aku sadar, perasaan kosong itu adalah teguran lembut dari Allah swt bahwa apapun yang dimiliki ternyata tiada arti bila Ia tidak meridhai. Hal-hal materialistik ini tidak ada harganya lagi dimataku, bila Allah ingin menarik semuanya maka tariklah, bila Allah ingin melihat aku hidup susah maka ridha lah aku, bila Allah ingin melihat aku tertatih maka tertatihlah aku. Tapi satu pintaku, jangan lepaskan padanganNya dari diriku.

Aku yakin pikiranku di bukakan lebar olehNya, hatiku pun mulai ditenangkan olehNya. Sedikit-sedikit aku merobohkan rumah sebelumnya yang ku bangun dengan tembok nafsu, ku ganti dengan kayu kayu keimanan. Setiap pembangunannya aku harapkan ada ridha Allah swt, ku harap Ia berkenan untuk bertamu kedalamnya, walaupun sederhana, walaupun caraku mencintaiNya sangatlah sederhana.

Aku begitu mencintaiNya, hingga rasanya aku akan sangat ikhlas bila harus hidup sendiri bersamaNya di suatu tempat. Meninggalkan semua kehidupan disini, meninggalkan apa-apa yang sudah ku bangun. Ternyata mengkhidmati dirinya pun berkelok-kelok, karena tidak jarang keimananku fluktiatif. Ini hal yang paling aku takutkan, dimana pengkhidmatannya ku kepadanya mulai pamrih. Mulai ingin di pandang, mulai ingin di apresiasi manusia.

Lagi, aku lemah. Aku memohon pertolongan Allah untuk memberi jalan agar aku tidak terpaut dengan hal-hal duniawi. Allah menitipkan ide untuk aku melepaskan pekerjaan sebelumnya dan fokus bekerja untuk mengkhidmati jemaatNya. Aku terus berusaha menghubungi orang-orang terdekatku untuk membantu merealisasikan harapanku, berdiskusi dengan kedua orang tua. Memberi penjelasan kepada mereka bahwa orientasi ku sudah bukan sebatas allowance bulanan.

Nihil, aku tidak kunjung mendapatkan jalan keluar, hatiku mulai hancur kembali. Apa Allah tidak ingin aku mengkhidmatiNya? Apa aku tidak bisa menyerahkan apa yang ku punya untukNya? Sudah mendekati akhir tahun, mungkin hati dan pikiranku sudah mengikuti barisanNya. Namun fisikku tetap terikat pada pekerjaan duniawi. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pekerjaanku, namun rasanya aku banyak memberikan waktu sisa untuk Jemaat ini. Tentu inginku memprioritaskan Allah swt dan juga Jemaat. Maka upayaku waktu itu seputar mewujudkan harapanku.

Entah dari mana datangnya, Allah mendatangkan seseorang yang aku tidak kira keberadaannya akan beredar disekitarku. Seseorang yang dengannya aku diberi jalan untuk mengkhidmati Allah dengan totalitas, yang dengannya harapanku akan terpenuhi sempurna. Keinginanku untuk memberikan jiwa, raga, waktu, harta kepada Allah tempo hari tidak main main, dan ketika Allah memberikan jalan kepadaku untuk menemani seseorang ini mengkhidmati jemaat, tanpa pikir panjang, tanpa banyak menembus perkiraan dan kekhawatiran, aku terima karunia Allah ini. Walau aku akan akan merangkak menjalaninya, aku akan babak belur di perjalanannya, namun ini sangat amat lebih baik bagiku.

Kini hatiku sudah bahagia bukan main, setiap hari rasanya terus ku isi dengan banyak bersyukur. Seluruh hal hal duniawi sedikit demi sedikit mulai ku lepaskan. Pekerjaanku, teman-temanku sebelumnya, kebiasaanku, semuanya ku lepaskan dari genggaman. Sekarang rumah ku yang ku bangun dengan kayu kayu keimanan akan ku perlebar kembali dengan rasa cinta kepadaNya dan rasa cinta kepada Jemaat. Dan rasa cintaku kepada apapun hari ini semata untuk menarik keridhaanNya. Alhamdulillah

Bagaimana cara kita bisa mengembangkan minat para anggota untuk membaca buku-buku Masih Mau’ud as? (Virtual Mulaqats with National Amila members from Canada and Finland – 12 November 2021)

Membuat kutipan-kutipan singkat berkenaan dengan topik yang berbeda yang kemudian diketik. Setelah itu dicetak dan dibagikan diantara para anggota. Orang-orang yang tidak memiliki minat untuk membaca satu buku secara berkesinambungan akan sulit untuk mereka mempelajari buku-buku. Jadi jika anda membagikan kutipan-kutipan tersebut kepada mereka, maka perhatian mereka akan tertuju kepada topik pembahasan tersebut. Dengan menuliskan kutipan tersebut dengan bahasa Inggris dan Urdu akan memberikan fokus kepada mereka. Jika tidak dengan buku-buku setidaknya mereka mulai membaca melalui kutipan-kutipan.

Kutipan-kutipan Masih Mau’ud as yang tercetak pada awal halaman “Daily Al-Fazl” atau “Al-Fazl international”, anda harus membagikan kutipan-kutipan tersebut kepada para anggota. Setidaknya mereka akan mengetahui tentang kutipan-kutipan tersebutbdengan cara ini. Saat ini kecenderungan dalam membaca sudah tidak ada, sebaliknya justru para anggota anggota lebih menggunakan media sosial dan mencari informasi apapun yang mereka bisa dapatkan dalam 30 atau 20 detik atau mereka menonton program pada televisi. Terdapat lebih banyak kecenderungan terhadap hal-hal seperti ini. Atau bisa dengan menyiapkan audiobook sehingga ketika hendak berpergian kesuatu tempat, sedang mengendarai taxi atau berpergian kesana kemari para anggota dapat mendengarkannya.

Oleh sebab itu ambilah kutipan-kutipan singkat pada topik yang berbeda-beda. Topik-topik yang diambil harus berkenaan dengan isu-isu kontemporer seperti pentingnya shalat, Keesaan Tuhan, keberadaan Allah swt, dan apapun yang dibutuhkan juga masih terdapat banyak topik-topik lainnya. Jadi temukanlah kutipan-kutipan yang berhubungan dengan para anggota. Cetak dan sebarkan kutipan tersebut kepada para anggota, lalu setelah itu buatkanlah audiobook untuk para anggota.

Jadi, setidaknya melalui cara ini para anggota akan dapat memperoleh beberapa pengetahuan. Kebiasaan membaca buku sudah tidak ada lagi, orang-orang justru lebih cenderung mendengarkan audiobook. Itu sebabnya Alislam juga telah banyak menyusun audiobook, perhatikan mereka. Audiobook dapat diunduh dan didengarkan atau anda dapat merekamnya lalu membagikannya kepada para anggota.

Bagaimana cara seorang muslim menghadapi perasaan depresi dan kecemasan (Virtual Mulaqat Nashirat UK – 5 November 2021)

Zaman semakin hari semakin terasa kemajuannya, dari segi teknologi hingga ilmu pengetahuan. Sehingga kehidupan manusia semakin mengalami kemajuan dan ilmu pengetahuan pun semakin terbuka lebar. Salah satunya adalah mengenai mental health atau mental illness, dahulu pembahasan ini sangatlah tabu karena mengingat stigma negatif dari masyarakat. Stigma negatif ini yang mendorong orang-orang dengan mentalillness untuk menutup keadaan mereka, sedangkan mental illness sama dengan penyakit-penyakit yang lain yang membutuhkan pengobatan khusus.

Namun karna zaman semakin maju makan ilmu pengetahuan pun semakin terbuka lebar, menarik masyarakat untuk melihat sesuatu yang tabu melalui kecamata ilmu pengetahuan. Yang pada awal mulanya mental illness hanya dianggap selewat kini mulai diperhatikan.

Dalam segi agamapun pembahasan mengenai mental illness mulai disoroti. Seperti pada Virtual Mulaqat Nashirat UK yang diadakan pada tanggal 5 November 2021 kemarin. Salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada Khalifatul Masih V (aba) adalah tentang bagaimana padanganya beliau tentang depresi dan kecemasan.

Khalifatul Masih V (aba) menyampaikan bahwa keadaan tersebut disebabkan karna diri kita terlalu tepaut dengan hal-hal materialistik. Prioritas harapan dan keinginan kita sudah berubah dari selain mengharapkan kedekatan dengan Allah swt, kita justru jadi lebih mengejar kepada hal-hal duniawi. Ini merupakan penyebab utama dari masalah (mentalillness) ketika harapan kita tidak terpenuhi, kita tidak dapat mendapatkan apapun yang kita inginkan, yang kemudian membuat diri kita menjadi frustasi dan keadaan frustasi tersebut mengarah menjadi suatu kecemasan. Allah berfirman dalam surat Ar – Rad : 29,

اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Jadi, bila kita selalu mengingat Allah setiap kita memiliki masalah, kita bersujud kepadaNya, dan menunaikan shalat 5 waktu dengan penuh kekhusyuan dan ketulusan maka Allag swt akan memberikan kenyamanan juga kepuasan pada hati kita. Dan hasilnya kita akan merasakan kenyamanan. Kebanyakan orang-orang yang mengalami ini (mentalillness) disebabkan karena mereka terlalu mencondongkan diri mereka kepada perkara-perkara duniawi. Oleh sebab itu jika kita berusaha untuk lebih dengan dengan Allah swt maka setidaknya 80% kecemasan kita akan hilang.

Jadi, kita sangatlah beruntung karena Allah swt telah memberikan kita kesempatan untuk bergabung menjadi anggota komunitas yang mengikuti pembaharuan zaman, Hadhrat Masih Mau’ud (as), yang kedatangannya telah dinubuatkan. Jadi, Masih Mau’ud (as) telah mengajak kita dibanding mengejar perkara-perkara duniawi, kita bisa mencoba mencoba meraih kedekatan dengan Allah swt. Dan hal itu akan memberikan kita kepuasan juga kenyamanan.

Kematian adalah hadiah

Bagi sebagian orang kehilangan seseorang yang berarti dalam kehidupannya adalah suatu bencana, entah itu orang tua, saudara hingga belahan jiwa. Mereka merasa bahwa kematian menjadi pemutus hubungan antara mereka dengan seseorang yang dikasihinya, bagaimana tidak yang biasanya melihat rupa dan raga setiap hari atau bertegur sapa kini sosok-sosoknya benar-benar hilang. Yang tersisa hanya pakaiannya yang tergantung rapih didalam lemari, potret foto tak bersuara, dan kenangan manis pahit dalam pikiran.

Namun apakah benar seperti itu? Jika kita berfikir terus seperti itu maka yang akan kita temukan hanyalah keterpurukan tidak berujung, lubang didalam hati yang kian hari kian membesar karna kita memelihara kesedihan, dan percayalah Allah tidak menyukai seseorang yang meratapi kepergian. Coba sejenak lihat keluar ketika merasa duniamu tiba-tiba terasa terhenti, apa duniapun berhenti? Apa orang-orang tidak lalu lalang dihadapanmu lagi? Apa induk kucing tak mencari makan untuk anak-anaknya? Tidak, dunia tetap berputar, manusia tetap berlalu lalang menjalani kehidupan, bahkan kucingpun bertahan hidup setiap harinya. Ini pertanda bahwa semua memang seharusnya seperti ini, bahkan giliran kita pun sebenarnya sudah tertulis, namun kita lupa.

Iyah, nama kita sudah tertulis didalam antrian menuju kematian. Saya pun sebagai yang mengingatkan sudah tertulis dan andapun yang diingatkan sudah tertulis, namun kita tidak tau nama siapa yang sudah tertulis terlebih dahulu. Cepat atau lambat kita akan meninggalkan orang-orang didunia dan berkumpul dengan orang-orang yang berada di akhirat. Mungkin jika di analogikan kita hanya sedang berpindah wadah.

Lainnya, bahwa segala urusan mereka yang wafat dengan dunia saat itu juga terputus, lepas tanggung jawab mereka didunia dan disambung tanggung jawab di akhirat. Namun percayalah bahwa kematian adalah hadiah terbaik bagi mereka yang beriman.

“Kematian adalah hadiah yang sangat berharga bagi orang yang beriman.” (HR Muslim).

Mereka yang semasa hidupnya sibuk mengumpulkan amal ibadah tentu pergi meninggalkan dunia dengan membawa perbekalan yang sangat banyak, sehingga mereka tidak perlu risau dengan riwayat mereka di kehidupan selanjutnya. Ini adalah ciri-ciri orang yang beruntung, yang selama hidupnya mampu benar-benar memanfaatkan segala daya dan upaya mereka untuk mengejar kehidupan kelak yang penuh keridhaan Allah swt. Dibalik orang yang beruntung adalah orang yang tidak beruntung yaitu orang yang tau tentang kematian tapi tidak paham bagaimana cara untuk menghadapinya, sehingga ketika Allah nampakan wajah kematian dihadapannya maka yang ia rasakan adalah ketakutan dan khawatir atau mungkin bahkan penyesalan yang tidak ada gunanya. Oleh sebab itu kematian bisa menjadi dua mata koin yang berbeda bagi manusia, bergantung pada bagaimana cara ia menjalani kehidupannya.

Dan kini satu-satunya yang harus dikhawatirkan adalah diri kita. Karena kita masih harus bergumul dengan dunia yang didalamnya terdapat banyak godaan untuk menghancurkan hawa nafsu dan menuntun kita kedalam kekufuran, namun setidaknya kita masih memeliki waktu yang tidak menentu ini untuk membalikkan keadaan dan menciptakan hadiah terbaik ketika kematian menampakkan wajahnya dihadapkan kita.

Perbaiki amalan kita didunia ini agar kelak kita bertemu lagi dengan keluarga, sahabat dan belahan jiwa kita yang sama-sama merasakan hadiah dari sebuah perpisahan sementara, yang kita sebut kematian. Aamiin Allahuma Aamiin

Distorsi Persepsi Para Tersangka Terorisme Mengenai Jihad

                Indonesia kembali dikagetkan dengan tragedi bom bunuh diri pada tanggal 28 Maret 2021 di sebuah Gereja Katedral di Makasar yang merenggut 2 nyawa yaitu tersangka dan 20 orang lainnya adalah warga, penjaga keamanan dan jamaah mengalami luka – luka yang lalu segera dilarikan ke Rumah Sakit untuk mendapatkan penangan. Tidak lama berselang pada tanggal 31 Maret 2021 terjadi kembali penyerangan ke Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang wanita muda, berbeda dengan kasus yang dilakukan oleh sepasang suami istri sebelumnya pernyerangan kali ini menggunakan senjata dan dilakukan sendirian atau dikenal dengan lone wolf.

                Tentu peristiwa ini mencoreng kembali citra Islam di masyarakat Indonesia, karena jika diperhatikan kembali pada kejadian bom bunuh diri di Makasar pasangan suami istri ini menggunakan pakaian yang memiliki keterikatan kuat dengan kekhasan umat Islam pada umumnya dan pada kejadian penyerangan di Mabes Polri sang pelaku telah menulis surat wasyiat yang menyinggung mengenai pemahaman pribadinya soal Islam mulai dari riba bank, pemilu hingga konsep mengenai tauhid sampai jihad.

Pada surat wasiyat yang dituliskan oleh pelaku penyerangan Mabes Polri tertulis. “Mama, Ayah, semua lihat disamping itu adalah tingkatan amalan. Insyaallah dengan karunia Allah amalan jihad akan membantu memberi syafaat kepada keluarga di akhirat. Jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam”. Maka dari beberapa statement dalam surat wasiyat ini terdapat beberapa pemikiran pokok dari pelaku terorisme, yaitu mengenai amalan jihad yang mampu memberi syafaat di akhirat dan jihad sebagai amalan tertinggi dalam Islam. Pertanyaannya adalah apakah pemahaman yang dituliskan tersangka ini valid?

Selain itu mari kita cocokan konsep Jihad yang Islam ajarkan dengan konsep Jihad yang dipahami para tersangka yang mengatasnamakan Islam.

  1. Makna Jihad

Mengutip statemen dari Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA secara sematik sebenarnya jihad berasal dari kata jahada yang membentuk tiga kata kunci, yaitu jihad itu sendiri yang artinya perjuangan yang lebih mengedepankan totalitas diri manusia/fisik, ijtihad yaitu perjuangan yang lebih menggunakan nalar, dan mujahadah yaitu perjuangan yang lebih mengedepankan kekuatan rohani. Ketiganya harus memiliki keterkaitan sehingga ketika akan berjihad banyak yang harus dipertimbangkan dari sisi ijtihad dan mujahadah, maksudnya adalah ketika akan berjuang menggunakan totalitas diri alangkah baiknya melibatkan nalar juga kerohanian dimaksudkan agar apa yang dilakukan tidak mendatangkan kemudharatan bagi banyak orang dan justru mendatangkan rahmat. Namun sayangnya keterbatasan dalam mengolah kata dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia kadang mendatangkan pembiasan makna yang berakhir pada miskonsepsi.

Yang artinya pemahaman mengenai jihad tidak bisa dilakukan dengan terlalu terbuka sehingga bisa menciptakan persepsi bahwa apapun yang dilakukan dengan sungguh – sungguh akan berakhir dengan jihad. Dan tidak bisa juga pemahaman mengenai jihad dilakukan dengan terlalu sempit karena bisa juga menciptakan persepsi bahwa jihad adalah sebuah pertempuran melawan sesuatu yang dia pribadi anggap salah. Oleh sebab itu pemahaman jihad alangkah lebih baik dilakukan secara jeli.

                Jelasnya jihad memang berjuang menggunakan totalitas pada diri dan mencurahkan segala kemampuan untuk berkorban dengan segala tenaga, pikiran, emosi juga apa saja demi menghancurkan atau mencegah dari kesesatan,  kemungkaran,  ataupun  kezaliman  yang  dibuat  oleh  musuh-musuh  Allah  baik  yang  berwujud  manusia-manusia  yang  ingkar  ataupun  setan  yang  menyesatkan  maupun  hawa  nafsu.

                Jadi jihad yang baik adalah jihad yang dengan melaksanakannya mendatangkan kebaikan bagi siapapun, tidak memberikan kemudharatan dan mendatangkan rahmat Allahswt. Tentu ini berbanding terbalik dengan pemahaman dari para tersangka terorisme karena dengan aksinya justru mendatangkan ketakutan dan kecemasan di masyarakat luas dan menimbulkan kembali Islamophobia dengan framing bahwa Jihad itu adalah tentang membunuh .

  • Tingkatan Jihad

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari objeknya memiliki empat tingkatan, yaitu:

  • Jihad melawan hawa nafsu merupakan dasar dari semua jihad, sedangkan jihad melawan musuh adalah subpoint dari jihad melawan hawa nafsu. Sebelum seseorang mampu berjihad melawan musuh, ia terlebih dahulu harus menundukkan hawa nafsunya dan itu dapat dicapai melalui 4 hal :
    • Menundukkan hawa nafsunya dengan mempelajari petunjuk dan sunnah Rasulullahsaw
    • Menundukkan hawa nafsunya dengan mengamalkan semua apa yang dia ilmui, secara ikhlash karena Allah ta’ala dan itiiba’ (mengikuti) kepada sunnah Rasulullahsaw
    • Menundukkan hawa nafsunya dengan berusaha mendakwahkan apa yang telah diilmui dan diamalkannya.
    • Menundukkan hawa nafsunya dengan bersabar atas rintangan dan hambatan yang ia jumpai ketika mempelajari ilmu agama ini, mengamalkannya dan mendakwahkannya.
  • Jihad melawan syaithan.

Syaithan merupakan musuh yang harus ditundukkan terlebih dahulu sebelum melawan musuh berjenis manusia. Dalam melancarkan serangannya terhadap manusia, syaithan menggunakan dua senjata yaitu syubhat (ketidakjelasan) dan syahwat (nafsu). Dua hal ini hanya dapat ditangkal dengan ilmu dan sabar.

  • Jihad melawan orang-orang kafir, memiliki 4 tingkatan
    • Hati
    • Lisan
    • Harta
    • Jiwa
  • Jihad melawan kedzaliman, kebid’ahan dan kemungkaran
    • Dengan tangan bila mampu
    • Apabila tidak mampu, berpindah pada lisan
    • Bila juga tidak mampu maka diingkari dengan hati

Bila menyesuaikan dengan tingkatan yang di jelaskan oleh Ibnu Qayyim maka segala tindak perbuatan dari para tersangka terorisme tidak masuk kedalam klasifikasi manapun. Karena sebenarnya dalam Al – Qur`an pun telah dijelaskan batasan – batasan dalam mengahadapi kaum kafir, salah satunya seperti dalam surat

“Dan jika keduanya ber-’jihad’ terhadapmu agar mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang  tidak ada pengetahuanmu tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan ‘ma’ruf’ (kebaikan sesuai tradisi)” (Q.S Al – Luqman : 15)

Bila merujuk kepada surat diatas maka tentu saja tidak ada kebaikan didalam tindakan yang para tersangka lakukan, dan gugur semua tujuan dari Jihad untuk mengejar rahmat Allahswt. Sedangkan disatu sisi Rasulullahsaw pun selalu menekankan kepada kaum Muslimin untuk tetap mengedepankan kemanusia, seperti salah satu sabda beliausaw

Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra. dan Sahal bin Hunaifra sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullahsaw. pernah dilewati iringan jenazah, lalu beliau berdiri. Ketika dikatakan: Jenazah itu Yahudi, Rasulullahsaw bersabda: Bukankah ia juga manusia?. (Shahih Muslim No.1596)

  • Tujuan Jihad

Tujuan jihad adalah agar syariat Allahswt bisa di tegakan dan diamalkan oleh semua orang, Sehingga semua orang yang telah beriman dan berjihad di jalan Allahswt mendapatkan rahmatNya.

“Sesungguhnya  orang-orang  yang  beriman,  orang-orang  yang  berhijrah  dan  berjihad  di  jalan  Allah,  mereka  itu  mengharapkan  rahmat  Allah,  dan  Allah  Maha  Pengampun  lagi  Maha Penyayang” (Q.S Al – Baqarah : 218)

Namun apakah dengan langkah kekerasan yang dilakukan oleh para tersangka bisa menimbulkan minimal kesadaran di antara orang – orang yang menerima tindakan langsung dari mereka? Saya rasa justru bagi korban akan merasakan trauma dan ketakuan tersendiri dengan image Islam yang dibawa teroris, dan untuk masyarkat yang tidak terdampak langsung menimbulkan framing negative. Dibuktikan dengan munculnya Islamophobia sebagai bentuk feedback negative dari oknum – oknum yang mengatas namakan dirinya muslim.

Singkatnya begini bila kita analogikan hidup dikelilingi orang kafir kemudian karena pemahaman yang salah hendaklah kita melakukan kedzaliman atau dalam kasus ini tindakan terorisme diantara orang – orang kafir, memang pada akhirnya para orang kafir meninggal dengan keadaan suul khatimah dan masuk neraka namun apakah ini tidak menjadikan tujuan kita sama dengan tujuan syaitan?

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Q.S Al-Fatir: 6)

Jadi jihad bukanlah bentuk balas dendam dan upaya dalam mendzhalimi kaum yang lemah atau salah, justru sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi dan meluruskan pemahaman – pemahan yang salah. Jihad juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia.

Sebenarnya Rasulullahsaw pun tidak selalu mengedepankan berperang dalam melawan kaum kafir, Rasulullahsaw lebih memilih menggunakan pendekatan soft power atau pendekatan non-militeristik atau dengan kata lain Ia tetap mengedepankan kemanusiaan, bahkan bila ditelisik lagi bahwa setiap perang yang dilakoni kaum Muslim pada zaman kepemimpinan Rasulullahsaw hanya dilakukan jika memang diharuskan dan pilihan berperang atau fisik menjadi pilihan alternative. Dan tetap mengingatkan pasukannya tidak melakukan tiga hal, yaitu tidak membunuh anak-anak dan perempuan, tidak merusak tanaman, dan tidak menghancurkan rumah ibadah musuh.

Dari penjelsan diatas sudah disimpulkan bahwa pemahaman jihad yang dianut oleh para pelaku teroris sangatlah berbanding terbalik dengan apa yang Islam ajarkan, salah satu upaya kita dalam berjihad melawan teroris adalah dengan memperdalam kembali Al – Qur`an dan hadits dan jihad melawan efek Islamophobia dimasyarakat adalah dengan menginformasikan esensi sebenernya mengenai jihad untuk melawan miskonsepsi yang terbentuk.

Jadi memang betul apa yang dituliskan tersangka pernyerangan Mabes Polri bahwa Jihad bisa memberikan syafaat, namun satu sisi dia melupakan esensi dari jihad itu sendiri. Dari segi praktiknya pun sudah menjauhi apa yang di ajarkan Rasulullahsaw.

“Rasulullahsaw bersabda: Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak awal kematiannya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dijaga dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya,” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lalu bagaimana statement pelaku mengenai Jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam? Seperti dalam sebuah hadist dijelaskan

Artinya: “Dari Abdullah Ibnu Mas’udra berkata, ‘Aku bertanya kepada Nabi Muhammad Saw tentang amalan yang paling disukai Allahswt? beliau menjawab, Shalat pada waktunya. Kemudian apa? Kataku, beliau menjawab, “berbuat baik kepada kedua orangtua”. Kemudian apa? Kataku lagi. Beliau menjawab, “jihad fi sabilillah.” (HR. Bukhari&Muslim).

Jadi untuk statement tersangka mengenai kedudukan Jihad sebagai amalan tertinggi adalah salah, shalat menduduki tempat tertinggi sebagai amalan yang Allahswt senangi. Dikutip dari buku Ensiklopedi Wanita Muslimah oleh Haya binti Mubarok Al-Barik, ada enam faedah yang didapat dari ibadah sholat, antara lain

  • Sebagai tanda bersyukur dan terimakasih manusia kepada Allah atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan-Nya
  • Dengan sholat, manusia akan selalu ingat kepada Allah SWT. Juga dengan itu, semua perbuatannya akan selalu menuruti batas-batas hukum yang telah ditentukan-Nya. Sehingga akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar
  • Mendidik dan membiasakan manusia hidup teratur dan menghargai waktu
  • Dengan diharuskannya bersuci bagi setiap orang yang hendak sholat, baik badan, pakaian, maupun tempat, maka dia akan terdidik bersih yang akan menjadi pokok pangkal kesehatan
  • Menanamkan rasa persamaan dan persatuan dengan mengerjakan sholat berjamaah. Sehingga hilanglah sifat sombong dan takabur. Serta akan bertambah sifat dan rasa kesosialan
  • Sewaktu sholat manusia selalu memohon petunjuk dan perlindungan serta bertawakal, menyerahkan diri kepada Allah. Maka akan lega dan aman tentramlah pikirannya dan akan hilang lenyaplah segala kebingungan dan kegelisahan.

TAWAKAL DALAM IKHTIAR DAN IKHTIAR DALAM TAWAKAL

Setiap hari kita disuguhi kesuksesan orang lain, ada yang sukses dengan bisnisnya sehingga mampu membeli segala macam barang yang diimpikan semua orang dan ada pula yang berhasil dengan pendidikannya hingga bisa melanjutkan pendidikannya keluar negeri. Pasti kita pernah merasa takjub ketika melihat pencapaian – pencapaian orang lain namun disisi lain justru merasa pesimis dengan kemampuan kita.

            Kita merasa pesimis karena kita hanya diperlihatkan kesuksesan orang lain, tergiur dengan segala yang mereka punya lewat usahanya. Iyah kita hanya sekedar diperlihatkan sisi nikmat yang mereka raih, namun apakah terbersit dipikiran kita apa saja yang sudah dilalui orang lain itu sebelum mencapai kesuksesan? Sebelum sukses mereka pasti pernah ada diposisi kita, berangan untuk sukses, berandai – andai jika berhasil dengan perkerjaan atau pendidikan.

            Yang membedakan mereka dengan kita adalah ketika mereka berangan dan berandai – andai maka mereka akan mulai memutar otak juga menggunakan otot mereka untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan. Lalu apakah dalam sekali usaha langsung sukses? Kenyataannya setiap perjalanan tidak selalu mulus, ada lika – liku dan kesulitannya masing – masing. Itu sebabnya selain keinginan untuk berusaha yang tinggi harus disertai dengan ketawakalan.

            Apa hubungannya antara bertawakal dan berusaha? Kita boleh berandai – andai dan berangan – angan tapi jangan lupa bahwa ketetapan hanya milik Allahswt dan  kita boleh bekerja hingga peluh membasahi sekujur tubuh namun ingat bahwa Allahswt lah yang berkehendak, seperti tadi disinggung bahwa perjalanan seseorang tidak selalu mulus maka apa jadinya bila manusia memiliki ekspektasi terhadap sesuatu hingga menggebu – gebu dan sangat ingin lalu dipertemukan dengan kesuliat atau bahkan kegagalan? Dia akan merasa kecewa, merasa usahanya tidak memiliki arti dan lain – lain, disinilah fungsi tawakal berperan.

            Tawakal berarti mewakilkan atau menyerahkan dalam konteks ini artinya berserah diri sepenuhnya kepada Allahswt dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan. Jika Allahswt menghendaki rezeki kita maka sebanyak apapun rezeki kita akan tetap menjadi milik kita, layaknya paus biru yang mengkonsumsi kurang lebih sebanyak 3600 kg krill perharinya, bila Allahswt sudah menghendaki maka jadilah.

            Mungkin bila di analogikan usaha kita adalah sebuah sepeda, maka tawakal adalah remnya. Seberapa pun menggebunya kita ketika mengayuh sepeda untuk mencapai tujuan, jika tanpa rem akan sangat bahaya. Dengan rem kita menghindari segala bentuk obstacle di jalanan, atau rintangan mendadak yang bisa langsung kita rem. Begitu pula tawakal, dengan mengingat dan berpasrah diri kepada Allahswt ketika kita dipertemukan dengan kesulitan dan kegagalan maka rasa optimisme kita tidak akan menghancurkan harapan kita, justru kita akan sadar betul bahwa plan pertama adalah keinginan kita dan plan kedua adalah ketentuan Allahswt.

“ Telah Kami kokohkan posisi kalian di muka bumi dan Kami sediakan sumber penghidupan di dalamnya. Namun, sedikit sekali kalian bersyukur” Q.S Al – Araf : 10

Sudah jelas sekali bahwa setiap orang telah Allahswt turunkan rezekinya, baik berupa materi hingga kesehatan. Banyaklah bersyukur atas segala yang telah Allahswt tetapkan atasmu, rezeki harus dijemput dengan tawakal dalam ikhtiar dan ikhtiar dalam tawakal. Jadikan kesuksesan orang lain motivasi untuk menjemput rezeki namun tetap berpasrah diri dan ingat semua butuh proses

“Perjalanan ribuan mil dimulai dengan langkah pertama” – Lao Tzu

Fa Inna Ma’al Usri Yusra

            Kehidupan manusia memang seperti roda yang berputar, hari ini kita bisa berada diatas dan suatu waktu berada di bawah. Namun yang disayangkan banyak orang – orang yang mengetahui perumpamaan tersebut tetapi masih berorientasi kepada keberhasilan saja, entah itu perihal pekerjaan, pendidikan dan hal – hal personal lainnya. Tapi kadang manusia lupa bahwa perjalanan menuju kesuksesan tidak selalu mudah, kadang berliku, kadang harus memutar haluan bahkan harus mengganti arah.

            Sehingga tidak jarang orang – orang yang sangat bernafsu kepada keberhasilan ketika disuguhkan kegagalan jadi jatuh terpuruk bahkan berputus asa. Padahal bila ditelaah lagi bahwa kegagalan adalah salah satu proses dalam menjemput rezeki, karna tidak mungkin hamba Allahswt tidak memiliki rezeki sama sekali.

“Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rizkinya.” (Q.S. Hud: 6)

Ini adalah tentang perspektif seseorang memandang rezeki yang telah Allahswt turunkan kepada dirinya, bisa saja didalam doa dan ikhtiar kita mendambakan rezeki berupa materi yang melimpah ruah namun kemudian Allahswt  memberikan rezeki dalam bentuk dan jumlah yang lain karena memang itulah yang kita butuhkan. Karena harapan yang terlalu tinggi hingga menjadikan rezeki yang diturunkan Allahswt terlihat tidak seberapa atau bahkan tidak terasa seperti rezeki.

            Rasa tidak puas dan kegagalan ini biasanya menjurus kearah berputus asa, karena apa yang diekspektasikan tidak sesuai dengan realita. Kita tidak tau seberapa banyak atau berbentuk seperti apa rezeki kita namun bukan artinya ketika kita dipertemukan dengan kegagalan maka selesai sudah rezeki kita. Karena sebenarnya setiap orang akan terus mendapatkan rezekinya hingga ajal menjemputnya, sehingga bila kita dipertemukan dengan kegagalan janganlah berkecil hati apalagi hingga berputus asa

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi)

Sebenarnya putus asa merupakan salah satu bukti bahwa seseorang itu memiliki keimanan yang tipis dan tidak mengenal Allahswt yang memiliki sifat Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), oleh sebab itu alangkah baiknya bila manusia dihadapkan dengan kegagalan maka berfikir positiflah kepada Allahswt dan melihat kegagalan adalah ajang evaluasi untuk membenahi sebelah mana dari diri kita yang salah, apakah dari niat atau usaha. Jangan justru menjadikan kegagalan sebagai suatu aib dan mengkerdilkan semangat kita, namun lihatlah kegagalan sebagai salah satu pencapaian yang menandakan bahwa kita pernah berusaha dan akan berusaha lebih lagi untuk melebihi pencapaian yang sebelumnya.

“Juara adalah pecundang yang bangkit dan mencoba sekali lagi.” Dennis DeYoung

Berhusnudzonlah akan ketetapan Allah karena sesungguhnya Dia akan selalu menghendaki kebaikan bagi siapa saja yang mau berusaha

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S Al-Insyirah : 5)